Jadi Ini Alasan Pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengungkapkan beberapa alasan yang mendorong keseriusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota atau pusat pemerintahan Indonesia dari Jakarta. Salah satunya adalah ketimpangan kegiatan ekonomi antara wilayah Jabodetabek dengan daerah lainnya.
"Kita bicara pusat pemerintahan baru dalam konteks kebijakan pembangunan perkotaan di Indonesia. Jangan sampai terjadi penumpukan luar biasa di suatu wilayah di Indonesia yang mungkin dalam jangka pendek bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi jangka panjang malah menghambat," ujarnya di Jakarta, Rabu (12/7/2017).
Bambang menyebut 10 kota dengan penduduk terbesar di Indonesia, yakni Jakarta 10,2 juta jiwa; Surabaya 2,8 juta jiwa; Bandung 2,5 juta jiwa; Bekasi 2,38 juta; Medan 2,2 juta penduduk; Depok 2,1 juta jiwa; Tangerang sebanyak 2,05 juta jiwa; Semarang 1,6 juta jiwa; Palembang dan Tangerang Selatan masing-masing 1,58 juta dan 1,5 juta jiwa.Bisa dibayangkan 5 dari 10 kota dengan penduduk terbanyak di Indonesia ada di wilayah Jabodetabek. Artinya penumpukan kegiatan
ekonomi di Jakarta luar biasa," ujar Bambang.
Dari kondisi tersebut, Bambang menambahkan, terjadi pula ketimpangan dalam strategi pembangunan perkotaan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari kontribusi Jakarta ke Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mencapai 18 persen. Sedangkan ditambah dengan wilayah Jabodetabek, maka kontribusinya 25 persen dari PDB.
"Jadi seperempat ekonomi Indonesia akan di Jakarta dan sekitarnya. Kita perlu berpikir jangka panjang, Jakarta dengan segala macam
problematikanya bukan jadi pendorong. Salah-salah malah jadi penghambat," ujar Bambang.
Bambang mengaku penumpukan kegiatan ekonomi sekaligus pemerintahan selama ini terpusat di Jakarta. Seolah Jakarta merupakan pusat segalanya dan Indonesia hanya Jakarta saja. Sayangnya, pemerintah tidak dapat memindahkan secara serampangan pusat bisnis ke Palembang atau Surabaya, misalnya, karena ini menyangkut urusan bisnis.
"Bisnis tidak bisa diperintah, tidak bisa diatur pindah seketika. Malah melawan market mechanism kalau dipaksakan pindah, malah bisa
kolaps industrinya," ujarnya.
Bambang mengatakan, yang paling bisa dikontrol adalah pemerintahan. Oleh karena itu, Jakarta tetap akan menjadi pusat bisnis, perdagangan, keuangan, sementara ibu kota atau pusat pemerintahan pindah yang diwacanakan ke Kalimantan.
"Kebetulan banyak referensi di dunia, seperti Kazakhstan dari Almati ke Astana, Nigeria dari Lagos ke Abuja, Myanmar dari Yangon ke
Napitau, Brasil dari Rio de Janeiro ke Brasilia, Australia ke Canberra. Jadi kita akan gunakan referensi itu," ujar Bambang.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah untuk melibatkan pengusaha dalam kajian pemindahan ibu kota. Sebab, keterlibatan pihak swasta dianggap penting dalam mengembangkan wilayah yang akan dijadikan ibu kota baru.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi, Sanny Iskandar, mengatakan dalam memilih ibu kota, banyak yang harus dijadikan pertimbangan. Menurut dia, pertimbangannya bukan hanya sekadar lokasi dan potensi ekonomi yang ada di wilayah tersebut.
"Untuk ibu kota, dalam satu wilayah ini kan harusnya banyak kriteria yang memang harus dipertimbangkan. Jadi bukan terkait cuman apakah potensi ekonomi ya dan semacam itu, sepertinya harus digali lebih jauh," ujar dia di Jakarta, Selasa (11/7/2017).
Menurut Sanny, seharusnya sebelum melempar wacana ini publik, pemerintah harus mematangkan dulu kajian pemindahan ibu kota ini. Dalam kajiannya, pemerintah juga harus turut melibatkan pihak swasta untuk ikut mengembangkan ibu kota tersebut nanti.
"Saya melihatnya bahwa wacana pemindahan ibu kota ini harusnya lebih mematangkan dulu di internal pemerintahan. Mungkin kalau mau mengajak dari Apindo, Kadin, asosiasi sektoral bisa. Sebaiknya memang jangan langsung dilempar ke publik," kata dia.
Comments
Post a Comment